Ide Murah, Meriah, Muntah

Alhamdulillah proses penulisan buku berjalan sedikit demi sedikit semakin tersusun, dengan keterbatasan pengetahuan dan waktu yang dimiliki seharusnya menjadi pemacu dan pemicu untuk menjadikan buku yang berkualitas. Buku yang pada awalnya ditargetkan untuk kalangan khusus, sepertinya ide tersebut bisa dikatakan terlalu naif dan ambisius, sehingga ide dasar berubah menjadi bacaan yang bisa dikonsumsi oleh semua kalangan, yang isinya ringan-sedang, sarat pengetahuan tetapi mudah dimengerti.

Keunggulan dari setiap tulisan harusnya bisa dihadirkan per bab, atau per lembar atau bahkan per paragraf. Hal ini membuktikan bahwa tulisan tersebut ditulis oleh sesorang yang berpengalaman atau orang yang benar-benar mencintai bidang yang dikuasainya, sehingga bisa disampaikan dengan bahasa sehari-hari, dan saya sepertinya bukan kedua-duanya.

Oke bukan kedua-duanya, lalu apa alasan dibalik keinginan menulis buku ini? Tentu saja bukan karena ingin gaya-gayaan bisa nulis buku atau nulis buku sendiri, ini datang keinginan dari dulu, ketika kenal (baca) buku dari SD (gaya banget). Menghayal bisa menulis dengan tajam tentang Harimau-Harimau (Marah Rusli), atau dibawah Naungan Kabah (Buya Hamka). Akan tetapi menulis dan membaca setelah SD mulai berkurang, karena aktifitas luar rumah yang kelihatannya lebih seru dan keren (pengaruh jerawat). Masuk kuliah, kesukaan diari (biar cowok tapi gak ada salahnya kan nulis diari), mengenai kegiatan kampus seperti kuliah (IPK ga naik-naik), ormawa (belajar jadi politikus kampus), kondisi sosial-politik di masyarakat (biarpun gak kuliah SOSPOL, tetep), hingga bacaan kuliah (rajin ke perpus).

Setelah kuliah (akhirnya lulus) dan bekerja, keinginan menulis lebih ke geologi. Dasarnya karena terbiasa menulis laporan sistematis geologi (eksplorasi), ilmiah (alhamdulillah pernah dipresentasikan), dan laporan awal mengenai prospek dan sumberdaya baru. Keasikannya sampai saat ini belum tergantikan oleh yang lain. Seperti menulis di blog, walaupun sempat vakum online (karena ga ada fasilitas), akan tetapi diari (blog offline; biar keren) tetap berlanjut hingga hari ini.

Kesukaan lain yang mendukung adalah menggambar, terutama terbantu dengan CorelDraw (sekarang masih pake X5). Dengan fasilitas ini, selalu ada gambar terbaru untuk mendukung tulisan (kali aja bisa buat gambar di kaos).

Tektonik Nusantara. Rully2013


Kembali ke IDE murah, yah menulis tetap aktif. Disitu tanpa modal, tapi kaya warna. Suka-suka tapi bertanggung jawab atas tulisannya. Meriah, disini merupakan seninya. Seni kekayaan bahasa, isi, penyampaian, dan manfaat bagi yang membaca. Untuk Muntah? (hehe) istilah ini umum dipakai kawan-kawan kalau lagi nongkrong dan membahas mengenai sesuatu yang berlebihan itu buat muntah. Seperti kalau makan ikan bakar, saus atau sambalnya yang tepat, 3 kali nambah masih enak dan mantap (apalagi kalau gratis), tapi kalau lebih dari itu efeknya bikin muntah.

Maka tulisan harusnya dibuat murah, artinya murah bisa dicapai tanpa biaya yang mahal (tanpa sekolah), tidak ada yang harus digaji, dan tidak ada transportasi yang cukup mahal. Untuk meriah, bisa berarti tulisan didalam buku sewajibnya penuh warna, makna yang dalam tapi mudah untuk digunakan, berseni bahasa dan tata bahasa, jangan sampai warnanya monoton. Jika buku geologi nusantara ditargetkan untuk umum, selayaknya dipenuhi bahasa yang mudah dimengerti, dan mencakup semua segi yang “bisa dicapai”. Terkahir tulisan pada buku juga janganlah membuat muntah, karena cukup dibaca sekali saja, kalau dibaca lagi bisa pusing-pusing, kehilangan kesadaran, atau lebih parah kehilangan nyawa (membaca sambil nyebrang jalan raya).

Semoga buku Geologi Nusantara mencapai target yang disampaikan didalam tulisan ini. Dengan falsafah sederhana

Murah, Meriah, dan Tidak Muntah

Komentar