Kelola Air Sungguh-Sungguh

Bumi sudah terlalu tandus dan panas, bahkan gedung-gedung ber-ac tidak mampu menghalangi sengatan tajam hawa panas yang menembus jendela dan pintu-pintu. Orang-orang enggan keluar dari ruangan, kipas angin hanya menghembuskan hawa panas belaka. Dijalanan pepohonan mengering, semak belukar berguling laksana film koboi tahun 60an. Tiba-tiba turun hujan setelah 3 bulan kemarau, hujan penuh selama 1 minggu dan kota itu langsung terbenam oleh air hujan dan bah dari sungai, kota itu Jakarta.

Pak Gubernur sudah berulang kali memprogramkan pembukaan jalur air, danau buatan multifungsi, bahkan zona resapan air dibeberapa tempat. Hasil dari semua itu hampir nihil, karena lapisan resapan bawah permukaan sudah menipis sehingga akar pepohonan tidak mampu menembusnya lebih dari 50 meter dari permukaan tanah. Tidak ada pohon yang hidup maka tidak ada air dibawah permukaan, tidak ada air dibawah permukaan maka sumur harus lebih dalam.

Diujung utara Jakarta air laut perlahan-lahan menyusup ke lapisan resapan air, sedikit demi sedikit tidak terlihat langsung yang menandakan bahwa dorongan akibat tarikan bumi terhadap air semakin berkurang. Menjadikan air bersih komoditi yang mahal dan sulit dimiliki, hanya orang kaya yang memiliki kemewahan jenis ini.

Dipertengahan ibukota, jalur terpadat dengan gedung-gedung perkantoran-mall-apartemen tinggi menjulang dan terlihat megah dan kokoh ternyata memiliki penyakit yang menggrogoti dari dalam. Mesin hisap air tanah yang digunakan untuk menambah kebutuhan air dari PDAM, membuat tekanan perlahan tapi pasti kepada lapisan resapan air. Tekanan yang menyiksa tersebut disertai tersedotnya komponen utama penahan keseimbangan lapisan tersebut (air), maka dapat dihitung amblasan permukaan tanah dan menelan setingkat demi setingkat gedung-gedung berpendingin yang mengusir panas udara disekelilingnya. Lapisan resapan air yang sudah terjepit itu tidak akan pernah kembali seperti sedia kala, dia hanya lapisan tipis yang bahkan tidak mampu menyimpain air kembali.


Dizona tinggian air melimpah dan mengirimkan kezona terendah untuk dikelola, baik yang melewati permukaan tanah maupun bawah permukaan. Ditengah air bawah permukaan tidak mampu meloloskan diri, dipermukaan air bergerak liar melalui celah dan mencari tempat berkumpul yaitu lokasi amblasan. Dipenghujung laut sudah tidak terlihat batas pantai karena air laut lebih tinggi dari daratan, air pun larut dalam kebingungan.

Solusinya? Berusahalah. Berusaha menjaga lingkungan kita, menanam pohon -kurma dan palem- didaerah sekitar kita, membuang sampah pada tempatnya dan segera daur ulang, membuat barisan bakau disekitar pantai dan banyak hal. Jika kita menginginkan dan berharap Jakarta sebagai Ibu Kota dan sejarah perjuangan, maka mohon bekerjasamalah dan ingat mengingatkan bahwa kita yang menempatinya.

Tentu kita berharap Jakarta bukan sekedar berkumpulnya orang-orang yang hanya mencari materi semata. Serta yang terpenting, air menjadi sahabat karib dan mampu mengelola hidup kita lebih berharga dan bermartabat.

Komentar