Pertemuan Epitermal dengan Skarn nan Romantis

Beberapa hari itu terasa sekali tiada angin yang berhembus, bahkan malam hari terasa panas. Begitu panasnya hingga lelaki dewasa hingga anak-anak membuka baju dan mengibaskan sambil duduk didipan depan rumah. Kami tidak melakukan apa-apa, hanya menyelesaikan koleksi data yang dimasukan ke database. Selesai itu suasana mulai terasa jenuh dan pengap, hingga kartu remi merupakan pilihan terbaik menghibur diri. Kawan yang merokokpun jengah, tidak terasa katanya karena kepadatan asap. Kawanpun marah-marah karena saya menghidupkan senter didalam rumah, dan menunjukan kotornya udara dengan debu yang melayang-layang tepat didepan senter. Kami hampir menyerah.

Kami datang ketempat penyelidikan eksplorasi dalam keadaan cerah, padahal sudah berjalan hampir dua bulan dimana asap masih mengepung belantara Kalimantan, khususnya di daerah bagian barat dan tengah. Hari itu hari penyambutan kami, bahkan hingga kelokasi penyelidikan masih tetap cerah dan udara sangat segar. Warga dusun mengatakan bahwa kedatangan kami berkah, disambut gerimis kecil. Itu kemewahan yang kami terima pada saat itu, karena esok harinya asap kembali mengepung kami. Seakan awan asap menyiapkan perangkapnya, khusus untuk kami, dan mengatakan “rasakan sendiri bagaimana rasanya asap ini dan tidak sekedar membaca berita pagi hari”. Kami hampir bergembira.

Ki-at: Dacitic tuff, silika-klorit, Ki-ba: Diaghasing dasit, Teng: Skarn, Ka: Kepulan asap pagi hari
Sudah berjalan lebih dua minggu, penyelidikan semakin berkembang. Banyak hal yang kami temui seperti tipe epitermal* yaitu urat kuarsa dipermukaan dengan panjang keseluruhan sekitar 1km, dengan tipe banded, massive oksida, replacement filling, dan silika-illite di bagian ujung singkapan. Beberapa tempat disekitarnya, ditemukan juga breksia kuarsa yang kehadirannya dikontrol oleh struktur. Potensi ini saja sudah membuat kami cukup senang, hingga melengkapi penyelidikan kebagian utara dan selatannya. Akan tetapi kami cukup was-was juga, karena asap semakin tebal. Setiap pagi ketika melalui tanjakan perbukitan, dimana nafas semakin pendek dan cepat dan membuat derap jantung semakin kuat. Membuat kami harus menghisap kepulan asap tipis, bahkan sekedar memakain masker pun membuat nafas semakin sulit. Kami hampir pingsan.

Dengan koran baru yang kami bawa dari kota, yang sudah terlambat untuk kami baca, yang bahkan kami yakini bahwa di Jakarta koran itu sudah dibuat untuk pembungkus kacang atau dagangan sayuran. Berita hari itu memberitahukan bahwa pak presiden mengunjungi Sumatera dan berdiri ditengah kepulan asap dilahan yang terbakar, kami tidak tahu apakah harus kagum atau nyinyir dengan melihat itu. Kepulan asap Sumatera dengan Kalimantan berbeda proses, akan tetapi keduanya tetap sama, yaitu kebakaran hutan yang menghasilkan asap dan tidak bisa dihentikan ketika sudah membumbung diatas tanah. Siapa yang tahu angin akan membawanya, dan apakah menghilang apabila ada hembusan kencang? Kebakaran hutan dan hasilnya berupa asap ini merupakan salah satu pekerjaan rumah yang besar, karena hampir tahunan terjadinya dan dampaknya bisa berulang-ulang bagi warga disekitarnya. Kami tidak sekedar prihatin.

Penemuan yang akhir yang kami temukan adalah skarn*, pada dasarnya batuan tertua yang kami temukan adalah filit. Filit ini terbentuk dari jaman Kapur Devon-Karbon*, dengan pembatuan setua itu dan terangkat permukaan merupakan bukti bahwa kuasa Allah SWT bahwa bumi terus menerus mengalami pergerakan dan membentuk rupa bumi pada saat ini. Pertemuan lempeng samudra yang mengendapkan lempung dibagian dalam laut, bertemu dengan produk lempeng benua dan menghasilkan sumberdaya mineral yang bermanfaat bagi manusia. Skarn yang kami temui mencirikan tipikal pada temperatur kisaran cukup luas, yaitu suhu sedang hingga tinggi. Dicirikan dengan adanya garnet, kaolinit-dickite, serta silika-klorit. Kami bersuka-cita

Pertemuan keduanya sungguh romantis, akan tetapi penuh paksaan dan derita. Perlu kekuatan maha besar untuk hadirnya pengangkatan sedimen bawah laut yang dikenal sebagai proses orogenik, hingga memaksa keduanya bertemu bersebelahan seakan tidak ada jurang pemisah atau waktu diantaranya. Dan derita yang amat sangat dimana pertemuan keduanya ditengah asap yang menyakitkan, panas dan menyiksa hingga hitungan minggu. Entah keromantisan ini akan menghasilkan buah yang manis bagi kami atau tidak, karena bukan hasilnya yang kami nikmati. Tetapi perjalanan yang kami lalui menjadi bekal kami dalam eratnya persahabatan dan kebaikan serta kearifan lokal kami pelajari. Kami selalu bersyukur.

Tulisan ke 101, mulai lagi dari awal.

*Devon-Karbon: https://de.wikipedia.org/wiki/Pal%C3%A4ozoikum

Amiruddin (GDRC) & D. S. Trail (AGSO), 1993, Peta Geologi Lembar Kalimantan

Ralat Kapur.

Komentar