Jangan panggil saya fotografer, karena saya cuma juru potret

Kemarin foto singkapan sendiri, dengan objek batu dasit. Kemudian rekan peneliti memfoto ulang batuan itu dengan caranya sendiri. Foto yang dihasilkan tentu berbeda karena beda orang beda gaya, beda alat, beda tujuannya. Akan tetapi dalam foto batuan, tentunya kita berusaha menampilkan kondisi realitanya bukan? Apakah singkapan itu berupa singkapan yang asalnya dari situ atau ternyata sudah berpindah akibat faktor alam? Yang manapun tetap sama tujuannya, menampilkan foto dengan hasil yang mendekati realita dan informatif. Agar mendapatkan hasil yang sesuai dan informatif, tentunya harus ada kriteria dalam melakukan pemotretan. Tapi jangan panggil saya fotografer, karena saya cuma juru potret.  



Foto megaskopik terlebih dahulu.

Langkah pertama, dilihat objeknya secara luas. Lihat baik-baik singkapan itu teman, lihat lagi lebih luas. Mondar-mandir aja dulu sekeliling singkapan, kejauhan juga gak apa-apa kan?! Klo kesasar bisa nanya pohon atau rumput bergoyang biar bisa balik ke posisi singkapan tadi. Jika ditemani porter, minta tolonglah dengan sopan untuk membuka singkapan dari rumput-rumput liar, dan awasi dari kehadiran binatang, baik yang jinak ataupun yang liar. Jinak bisa aja kan kalau singkapannya didekat rumah orang, dan hati-hati rumput yang dibabat rumput tetangga yang lebih hijau.

Setelah singkapan terbuka lebar dan lebih menarik untuk diobservasi, jangan sesegera mungkin menuju objek yang tersingkap tadi. Perhatikan disekitarnya untuk menentukan hubungan diantaranya, atau juga diketahui bahwa singkapan yang baru dibuka ternyata lebih menarik. Ingat, terburu-buru itu merupakan pekerjaan syaitan.

Setelah dibersihkan

Kemudian coba sedikit mengeluarkan tenaga untuk observasi lebih lanjut singkapannya, dan korek lebih dalam menggunakan mata hati dan mata palu, bisa dengan chisel atau pick point. Dalam langkah ini jangan pernah mengeluarkan kamera dari saku, bahkan dalam keadaan genting sekalipun. Karena jika anda lakukan, tidak ada gunanya juga. Singkapannya belum tahu apa batuan dan kemenarikannya tapi sudah difoto. Sama saja seakan-akan memfoto orang yang mirip artis, padahal belum tau dia artis betulan atau artis-artisan. Tanya dan ngobrol dulu sebelum selfie bareng.

Sudah kenal, sudah menggunakan mata hati. Disinilah waktunya untuk mencatat hal-hal yang penting dari pengamatan anda. Lakukan secara bertahap, dan jangan pernah melakukannya terburu-buru. Tidak penting juga terburu-buru karena alasan yang tidak ada, bahkan untuk sekedar alasan lapar atau ingin BAB! Bukankah tujuan observasi ini ditujukan untuk melihat dan merekam, dan berharap tidak perlu kembali kelokasi kecuali memang singkapan itu betul-betul menarik dan berpotensi sebagai prospeknya. Jadi jangan terburu-buru, kecuali kalau observasinya sudah kemalaman!

Sudah Dibersihkan

Foto barulah boleh dilakukan pada tahap ini, gunakan peralatan yang sesuai. Jangan gunakan kamera polaroid untuk pengambilan foto ini. Jika anda tetap melakukannya, silahkan tanggung resikonya sendiri. Kamera saku merupakan alat yang layak digunakan, selain mudah dan murah, kamera jenis ini tidak memakan tempat dan persiapan yang luar biasa repot. Coba bayangkan jika pengamatan singkapan menggunakan kamera LSR atau DLSR? Sudah perlu dikeluarkan dari tas, kemudian dari tas kameranya, kemudian membuka penutup lensa, kemudian menghidupkan kameranya, kemudian memasang set untuk fotonya, dan jika ada alat tambahan seperti set pencahayaan, atau langsung foto dengan auto-set, kemudian mengecek hasilnya, kemudian setelah bagus hasilnya dimatikan kembali kameranya yang sudah mati, menutup kembali lensanya, memasukan kembali ke tas kamera, dan terakhir kembali memasukan tas kamera kedalam tas gendong atau punggung. Lelah kan? Kalau ini dilakukan selama satu bulan, dengan 100 – 1000 lokasi pengamatan, tentunya bukan sekedar piknik lagi yang harus anda lakukan! 

Megaskopik Foto, target prospek

Dengan menggunakan kamera poket, yang perlu dilakukan dengan perekaman foto dari sudut yang lebih luas. Ambil gambar dari jarak jauh dan gunakan pembanding, jangan lupa pembandingnya harus diketahui ukurannya. Untuk area yang menarik tadi pada singkapan, sebisa mungkin letakan pembanding yang lebih kecil agar dapat diketahui dengan segera ketika pengecekan didepan desktop.

Foto Makro, Jawabarat.

Dekati singkapan untuk foto detail dikemenarikan objeknya, seperti ciri-ciri litologi, mineral-alterasi jika targetnya mineral, perlapisan jika singkapannya batubara-sedimen-laterit, struktur geologi, kontak litologi, dan seterusnya. Pergunakan pembanding yang cukup proposional seperti buku, kompas, pulpen atau penggaris. Pada tahap ini jika kameranya cukup baterai, jangan ragu gunakan fitur makro pada kamera. Hal ini dilakukan agar gambar yang didapat tercakup dengan jelas. Terakhir jika anda senggang dan kembali tidak terburu-buru, gunakan kesempatan dengan peralatan yang ada untuk foto makronya. Bisa menggunakan tambahan melalui lup, agar targetnya lebih baik lagi.


Foto Sampel, Bombana

Jangan lupa dicek kembali, untuk mengetahui apakah hasilnya baik atau perlu difoto ulang. Hal ini dilakukan agar tidak perlunya penyesalan ketika sudah tidak kembali lagi kelapangan. Foto terakhir yang tidak pernah saya sarankan adalah foto selfie, karena ini bisa jadi penyakit kejiwaan jika foto-foto dilapangan. Bahkan jadi hal yang memalukan ketika berdiskusi dan membuka foto dilaptop, ternyata ada foto anda selfie didepan singkapan (kadang air terjun) dengan gaya mematung dan tangan didagu?!
Foto Makro-Lup, Ciemas-Jawa Barat

Saran saya, sebaiknya posting ini tidak perlu dibaca. Karena tidak penting seperti 102 posting sebelumnya.

Foto Grupselfie

Komentar