AEC 2015, Sudut Pandang Geologi Ekonomi (Economic Geology, Ph2)

AEC (ASEAN Economic Community) yang ditetapkan 2003 untuk dikerjasamakan pada tahun 2020, kemudian dimajukan lagi pada kesepakatan tahun 2007 untuk kerjasama 2015. Bukanlah hal yang sepele dan tidak kita perhatikan bersama, bahkan untuk pelaku teknis eksplorasi dan eksploitasi mineral dan batubara. Bagaimana hubungan pekerja teknis dengan pengaruh ekonomi asia di masa mendatang? Ada beberapa poin yang menarik akan dibahas pada tulisan kali ini menurut sudut pandang pribadi.  

Mineral Indonesia Terdapat 200 lebih perusahaan tambang mineral dan batubara di Indonesia (BPS, 2010), diantaranya sudah produksi diantaranya lagi melakukan ekspor sumberdaya-cadangan bumi Indonesia ke beberapa negara, terutama China dan India. Hal ini bukan berarti buruk dan juga berarti baik, jika dilihat berdasarkan peningkatan penghasilan negara jelas sangatlah baik.  

Dari data Badan Pusat Statistik per bulan Maret 2013, ekspor perdagangan tambang mencapai US$ 15 Miliar walau turun 0.8% dibandingkan bulan sebelumnya. Secara kumulatif pada semester I 2013 membukukan perdagangan US$ 45.39 Miliar, itu membuktikan besarnya potensi ekspor yang bisa diolah menjadi barang jadi dengan nilai bisa mencapai 3 kali lipatnya.  

Dari beberapa sumber juga diketahui bahwa Indonesia merupakan negara ke 6 terkaya di dunia hanya dari potensi tambangnya saja, akan tetapi mempunyai kebijakan ke 2 terendah dunia (politik dan ketidakpastian hukum yang menyebabkan investor berfikir untuk menanam modalnya, kalau saya investor mungkin juga berfikir ulang :D ). (Fraser Institute, 2008)  


Kebijakan 2014 
Dari hasil ekspor yang besar, tentulah nilainya sangat menggiurkan. Bekerja ekspor-impor saja menghasilkan pendapatan sangat besar, seperti contoh Freeport pada kurtal ini hanya mampu mengirim hasil tambang senilai US$ 90 juta (ini mengalami penurunan) ke pabrik pengolahannya di luar negeri, bisa dibayangkan jika pabriknya dipindah ke Papua, berapa pajaknya yang masuk ke kas negara?  


Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 7 tahun 2012, membahas tentang  "Peningkatan nilai tambah mineral". Peraturan ini berlaku tanggal 6 Mei 2012, dengan mengutamakan pengawasan ekspor sekitar 14 komoditi tambang mineral seperti tembaga, emas, perak, timah dan timbal, kromium, molybdenium, platinum, bauksit, biji besi, seng, pasir besi, nikel, mangan, dan antimon. Akan tetapi bukan berarti tidak bisa, karena masih bisa melakukan ekspor dengan mendapatkan izin dari Kemendag dan ESDM, serta bea cukai senilai 20%. Jika dihitung secara cepat 20% ditambah "pajak" tidak terduga atau lebih tepatnya "pajak" rahasia umum, maka keuntungan bersih masih bisa didapat paling tidak 40-60% (hitung pake kalkulator warung kopi). Pada tahun 2014, 14 komoditi mineral tersebut sudah dilarang untuk ekspor ke luar negeri dan wajib membangun smelter di Indonesia.  


Produksi Indonesia 
"You ought not to sy that "we're not ready yet". Stop complaining that "we're not ready yet". Let's do something together". Kata pak SBY, dikutip dari Jakarta Post, Fri ; Apr, 26 2013. Dalem banget ya kalimat pak SBY,  mengingat beliau kemungkinan sudah tidak menjadi presiden RI lagi ketika AEC 2015 (kalau tiba-tiba ada keputusan luar biasa gawat darurat negara, lain ceritanya pak SBY bisa jadi presiden lagi deh).  


Jikalau investor asing membuat smelter di Indonesia, maka sudah tidak ada lagi kapal-kapal tongkang yang mengambil bahan mentah bumi seperti pasir dan bijih besi, kromit yang diambil di sekitar Timor-timor, ekstrak emas dari  pabrik pemisahan dilokasi tambang seperti beberapa perusahaan di timur Indonesia, dan seterusnya. Maka pajak pendapatan negara meningkat dengan produk jadi yang dikirim kapal tongkang pembawa produk ke beberapa negara.  

Contohnya adalah emas, selain PT. Antam yang memproduki emasnya sendiri hampir tidak ada perusahaan yang membuat menjadi logam, semuanya membuat menjadi konsetrat dan segera mengirimkannya ke perusahaan yang ada diluar negeri. Sedangkan produk tersebut apabila diproses menjadi logam mulia tersebut akan membutuhkan biaya sekitar Rp. 33.500 - 102.000,- per keping emas (tidak diketahui hitungannya per gram). Apabila harga emas pada saat ini Rp. 550.000,- /gram dengan emas 22 karat 2 karat, maka kira-kira produksi Rp. 100.000, perusahaan tersebut untung Rp. 450.000,- atau keuntungan 7 - 10x lipat (minjem kalkulator lagi, sambil nambah kopi hitam).  

Bila berton-ton hasil konsetrat tersebut jika diolah di Indonesia, maka mungkin pajak pendapatan negara berkali-kali lipat, dan semoga tidak di ambil oleh PEGAWAI PAJAK, seperti hal umum yang kita lihat dibeberapa kasus yang diurus oleh KPK (belakangan udah gak ada kabar lagi?)  


AEC 2015 dan Persiapan Mineral 
Lohh yang dari tadi penjelasan diatas apa? Diatas itu diungkapkan data-datanya, insyAllah valid dan mendekati kebenaran. Sekarang pembahasan berupa hubungannya, bagaimana menyikapi AEC 2015 yang akan masuk? AEC 2015, membuka hubungan kerja dan perdagangan asia. Indonesia sendiri berjumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, dengan belanja negara yang besar akan tetapi masihlah berproduksi menengah. Artinya jika sebagai manusia Indonesia tidak siap dalam perdagangan asia di tahun 2015, maka anda (semoga saya tidak) hanyalah menjadi konsumen aktif dalam persaingan, terutama bersaing dengan China yang mempunyai produksi luar biasa akan tetapi tenaga kerja yang murah (ongkos produksi kecil), ini bisa membahayakan posisi buruh Indonesia.  


Bagaimana dengan mineral? Jika investasi bisnis tambang masih dikuasai oleh asing (China, India, Australia, Singapur, Jepang, Malaysia), maka tidak heran pasar mineral Indonesia akan dikuasai oleh pemilik modal yang kuat! Dan manusia Indonesia sekali lagi hanyalah menjadi konsumen yang terus tergerus inflasi.  

Hal ini bergantung kepada pemilik modal Indonesia, yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan ekonomi untuk membangun kesempatan emas dalam negeri, dan semoga didukung dengan peraturan yang sehat untuk membangun fasilitas hulu ke hilir. Tidak lupa bergantung pada kemauan pribadi masing-masing untuk bersaing lebih dari yang lain, bukan karena AEC 2015, maupun lingkungan sekitar anda, maupun gengsi. Tapi, karena yakin kita bisa menghasilkan sesuatu dan bisa memberi kepada yang lain!  

"Manusia itu berserikat (punya andil) dalam tiga perkara, yaitu : air (hodrologi dan lingkungan), padang rumut (tanaman-tumbuhhan), dan api (energi/produk magma)". (HR. Ahmad & Abu Dawud).  

Maka secara ekonomi, kita berada di posisi mana untuk berserikat dan bersikap untuk maju!

Komentar

Anonim mengatakan…
Bekerja dengan moral yang baik. saat ini banyak pelaku usaha bekerja dengan moral yang tidak baik. peraturan dan regulasi negara ini sudah baik, bahkan teramat baik. keberhasilan hidup manusia dirasakan setelah manusia meninggalkan dunia ini.
Anonim mengatakan…
Bekerja dengan moral yang baik. saat ini banyak pelaku usaha bekerja dengan moral yang tidak baik. peraturan dan regulasi negara ini sudah baik, bahkan teramat baik. keberhasilan hidup manusia dirasakan setelah manusia meninggalkan dunia ini.