Lebih Baik Batu Yang Lunak Daripada Penduduk Lokal Yang Keras (GeoCultures)

Batu itu bergantung sumbernya dan bergantung lingkungannya, untuk lingkungan yang kedua menjelaskan kondisi rombakan atau ubahannya. Sedangkan manusia terbagi pengelompokannya berdasarkan ciri-ciri fisik dan lingkungan, lalu apa hubungan keduanya? Disini hanya membicarakan teknis pelaksanaan lapangan berupa pemetaan dan pengeboran, karena kedua hal tersebut mungkin berkaitan.  

Berbicara mengenai batuan, batuan secara keseluruhan yang bisa dilihat pada tatanan lempeng benua dengan komposisi Al-Fe-Mg mencirikan batuan padat dengan berat jenis lebih ringan akan tetapi lebih bervariasi dibandingkan lempeng samudra yang bersifat ultra basa ke basa (didominasi basalt). 

Komposisi awal tersebut jika mengalami rombakan ataupun ubahan mempunyai komposisi yang berubah sedikit tetapi bentuk dan teksturnyalah yang berubah, seperti sedimentasi tetapi tetap menyimpan magnet dan sebaran feldspar atau plagioklas maupun seperti batuan ubahan tetapi merubah bentuk biotit menjadi chlorite.   Manusia sendiri jika dikelompokan secara fisik dan sosialnya akan terbagi seperti ras melayu dengan kulit sawo matang, berambut hitam, bertubuh rata-rata gak tinggi cuma pendek iya juga (merasa!). 

Sedangkan Kauskasia mempunyai rambut berwarna dengan mata berwarna dan kulit putih, sebagian mengalami pencampuran dari beberapa penggolongan ras yang digunakan oleh kepolisian pada umumnya untuk menganalisa pelaku atau korban kejahatan (klo nonton cinema detektif dari stasiun tv  hollywood, kebanyakan mereka menyebut ciri-ciri ketika mengejar pelaku atau mengotopsi korban, gak bermaksud menyebutkan acara tvnya).  

Lalu bagaimana hubungan keduanya dalam kegiatan eksplorasi? Karena tidak sesuai jika dikelompokan secara ras umum dan juga tidak pantas membicarakan suku-suku di Indonesia, maka sewajarnya membicarakan batunya saja, sedangkan kelompoknya disebutkan daerah tertentu di Indonesia.  

Pada suatu waktu tibalah tim pengeboran (komoditi apa saja, misal) disuatu daerah dengan peralatan pengeborannya yang lengkap. Mulailah mengurus perizinannya, seperti standar suatu tim masuk untuk kegiatan eksplorasi, dibutuhkan karyawan lokal untuk membantu kegiatan teknis pengeboran atau biasa disebut kru bor. Setelah mereka mendapatkan kru tersebut, mulailah mereka beraktifitas dan mulai pula kendala yang terjadi. 

Pertama pekerja lokal tersebut mempunyai pemahaman yang cepat, mengerti apa yang harus dikerjakan, bahkan dalam beberapa hari saja mereka cepat menguasai apa harus dilakukan semenjak persiapan rig hingga pembongkaran. Terasa sekali kemudahan yang dirasakan oleh tim pengeboran yang datang dari Jakarta ini, tidaklah perlu memberikan perintah yang banyak dan tidaklah repot mengulang perintah dan yang luar biasa adalah kemudahan batuan yang relatif keras, hingga terus menerus mengalami kemajuan pengeboran. 

Akan tetapi setelah pengeboran yang kedua, mulailah terasa bagi masing-masing pihak, kru mulai merasakan keinginan untuk naik gaji dan mulai malas bekerja karena sudah mengerti apa yang harusnya dilakukan di lokasi pengeboran tersebut dan bahkan merasa mereka bisa menggantikan tim yang ada. Maka terasalah kendala sosial yang ada serta kemunduran grafik kegiatan pengeboran.  

Ditempat lain dengan tim yang lain mengalami hal yang berbeda, batuan yang lunak menjadi kendala utama bagi tim dan kru. Setiap hari mereka haruslah berkutat dengan kesulitan mata bor menembus "bebatuan" (tiba-tiba teringat lagu Ebiet G. Ade) dan resiko terjepitnya pipa didalam, sedangkan kru bor tetap dengan sabar walaupun bermuka dan postur yang keras serta menyeramkan terus bekerja dengan giat dan tidak terlihat menyerah (bukan berarti gak terasa capek ya).  

Hingga munculah istilah-istilah dalam kamus eksplorasi diluar kamus geologi. Yang mengingatkan pada pepatah orang yang bertahun-tahun lamanya melaksanakan pengeboran di seluruh Indonesia, dia berkata.  
"Lebih baik batunya yang keras dibandingkan batu yang lunak, akan tetapi lebih baik menghadapi batunya yang lunak dibandingkan penduduknya yang keras".  

Indonesia bercampur dari suku Melayu Monggoloid di bagian barat dengan Autraloid sebagai suku asli Aborigin. Dua peradaban ini mempunyai karakter yang berbeda dengan adat istiadat berbeda pula, akan tetapi ketika menghadapi batu yang berbeda maka timbulah dua perbedaan karakter.  

Dalam menghadapi kondisi apapun, atau batuan apapun baik yang terlihat megaskopik maupun tidak (mikroskopik-pendugaan geofisika). Kitalah yang memilih menjadi batu yang terbentuk dimana serta di lingkungan apa?

Komentar