Bencana Alam Azab atau Ujian?

Bencana Alam
Sebut saja bencana alam yang ada didunia ini. Gempa yang seringkali kita dengar, gelombang tsunami yang bisa meluluh lantakan rumah, longsor yang berisi tanah dan air, letusan gunungapi, maupun banjir. Semua itu menyakitkan, mengubur semua yang subur dan membinasakan yang luar biasa. Apalah daya manusia, selain menyiapkan diri, dan berbekal dikemudian hari jika bencana alam datang menghampiri.

Membaca pengalaman kita bersama sebagai bangsa Indonesia yang majemuk dan bersahabat, pengalaman menakutkan seperti teror oleh manusia yang disebut perilaku terorisme atau kata semburan asal tersembur seperti radikalisme bukan hal mengerikan dan bikin jerih. Kita bisa baca kejadian bom-bom yang berlaku dianggap hembusan angin yang dengan gagah berani untuk dihadapi, walau kejadian itu tetap memberikan efek trauma bagi sebagian orang.

Peta Gempa Bumi 1990 - 2014 (Data BMKG)

Lain halnya dengan bencana alam yang terhitung besar, seperti gempabumi yang mampu meluluhkan lantakan bumi yang dipijak kokoh. Mungkin tsunami yang menyemburkan air bah dari lautan selagi bumi berguncang dan menghapus landasan kiloan meter dengan dua-tiga gejolak air dan menariknya semua mahluk dan benda kedalam larutan pekat bergelombang. Atau setelah peringatan berhari-hari akan meledaknya magma bercampur air, gas dan material padat dari perut gunungapi yang berisik dan mengusik nyali. Serta tentu saja, kejadian runtutan akibat efek bencana tersebut yang beresiko kepada nyawa manusia.

Manusia berusaha, tetapi Allah Yang Maha Kuasa yang menentukan hasilnya. Banyak hal dalam pendekatan dugaan demi dugaan untuk mengetahui bencana itu datang, tidak ada prediksi yang tepat untuk kejadian khusus gempabumi. Kecuali persiapan dari bencana tersebut yang biasa disebut mitigasi.

Mitigasi Bencana
Mitigasi dari sisi istilah merupakan mengurangi resiko bencana dari fisik baik keadaan sekitar maupun benda, pendekatan sosial dan budaya sadar resiko akan bencana (mengacu kepada https://id.m.wikipedia.org/wiki/Persiapan_bencana).
Secara filosofi pengetahuan manusia terhadap kemungkinan bahaya, bagaimana memulainya diawal dan persiapan, ketika bencana, dan setelah bencana. Kemudian peradaban berulang dan berkembang di daerah tersebut, bisa saja warisan kejadian bencana alam bisa dijaga dan mengurangi resiko besar atau mungkin kenangan masa lalu tergadai dengan buliran pesona kehidupan dunia.

Mitigasi awal yang dapat dilakukan adalah menjaga perkembangan daerahnya untuk pembangunan, mana yang memiliki area resiko tinggi seperti zona patahan atau daerah yang minim resiko dan layak dibangun. Model bangunan yang mampu bertahan terhadap gejala alam luar biasa atau paling tidak mampu meminimkan resiko ambrukan dan berimbas kepada nyawa manusia. Persiapan jalur evakuasi dan keselamatan maupun jalur distribusi bantuan. Terakhir adalah persiapan dokumen yang dibutuhkan dikemudian hari, sebagai kemudahan informasi kependudukan.

Mitigasi di akhir, ini menjadi penting. Karena tidak ada yang bisa terhindar dari kematian atau kecelakaan, karena itu sunatullah, yang ada adalah usaha menyelamatkan diri dan orang yang didekatnya. Mengikuti instruksi dari pihak berwenang, untuk evakuasi dan tertib dalam distribusi bantuan. Saling tolong menolong adalah bagian penting agar memudahkan distribusi terbagi secara baik.

Satuan baku untuk penetapan kondisi gempa oleh BMKG (2016)

Kita belajar dari kejadian masa lalu, dibeberapa daerah yang sudah pernah mengalami bencana sebagai pelajaran maupun daerah yang terulang bencananya. Jika pemerintah belum bergerak cepat, maka masyarakat lah yang saling bergerak untuk membantu. Jika pemerintah tidak berani mengambil keputusan dan berlepas tangan dari kebutuhan dana taktis serta mengambil keputusan meminta pemerintah daerah untuk menolong antar daerah, mari kita abaikan dan per kencang bantuan sesama manusia.

Semoga masyarakat yang terkena bencana mendapatkan bantuan secara merata, dijaga kesehatannya, dan diberikan kekuatan untuk kembali membangun masa depan bersama.

Kekuatan gempa 7 SR (5 SIG)

Bencana alam bukan sekedar azab bagi mereka yang bermaksiat, marilah lihat lebih jauh. Bagaimana maknanya, apakah azab atau ujian bagi kita? Kemudian yang utama adalah apakah kita bertambah iman dan taqwanya atau tetap atau malah berkurang?

- - -

Penulis memberikan pandangan geologi umum, mitigasi, dan sosial berdasarkan pemahaman dan pengalaman tanpa bermaksud mengecilkan berbagai pihak, kecuali pihak yang tersinggung.

Penulis juga merupakan relawan gempa dan tsunami Aceh 2004-2005, dan dalam proses menyusun thesis gempabumi Maluku Utara dengan periode 1990 - 2014 di Magister Universitas Padjadjaran.

Sebagai tambahan informasi peta langsung (live) gempa bisa dilihat di https://magma.vsi.esdm.go.id/

Komentar